Oleh: Welly Julita
CGP Angkatan 7 Kaupaten KaurPemimpin
pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya
merupakan pemanfaatan pada aset-aset sekolah yang dimiliki dan dikelola dengan
baik oleh seorang pemimpin pembelajaran sebagai sebuah kekuatan / potensi
sekolah sesuai kodrat alam dan zaman. optimalnya adalah suatu lembaga
pendidikan atau sekolah memiliki sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
mencapai suatu tujuan visi dan misi yang sudah direncanakan
Sekolah adalah sebuah ekosistem dimana di dalamnya terjadi interaksi, saling
mempengaruhui dan saling membutuhkan antara faktor biotik (unsur yang hidup)
dan abiotik (unsur yang tidak hidup), sehingga menciptakan hubungan
yang selaras dan harmonis dan membantu proses pembelajaran berjalan dengan
lancar. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya
adalah: Murid; Kepala Sekolah ; Guru; Staf/ Tenaga
Kependidikan ; Pengawas Sekolah; Orang Tua; Masyarakat sekitar
sekolah. Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor
abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran
di antaranya adalah: Keuangan; Sarana dan prasarana, sosial, politik, budaya
dan agama serta lingkuangan/alam.
Sebagaimana Pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan
sebagai sebuah proses “Menuntun segala kodrat yang ada pada anak - anak, agar
mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi - tingginya
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat”. Maka, sebagai Pemimpin Pembelajaran dalam
Pengelolaan Sumber Daya sekolah, seharusnya memanfaatkan seluruh kodrat
alam dan kodrat zaman yang ada sebagai sebuah kekuatan aset yang dimiliki untuk
mendorong sebuah agen perubahan transformasi pendidikan dalam mewujudkan
merdeka belajar bagi murid dan guru.
Ada dua jenis pendekatan
dalam pengelolaan sumber daya di sekolah
sebagai ekosistem, yaitu: Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan
Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based
Thinking).
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking), memiliki ciri
khusus yakni:
Ø
Pada masalah utama, apa yang mengganggu,
apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.
Ø
Fokus pada kekurangan
Ø
Segala sesuatunya akan dilihat dengan
cara pandang negatif.
Ø
Semakin lama, secara tidak sadar kita
menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
Ø
dapat menjadikan kita buta terhadap
potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Ø
Sehingga pendekatan berbasis
kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) tidak begitu
direkomendasikan dalam upaya mengembangkan komunitas.
Sedangkan Pendekatan berbasis aset (Asset-Based
Thinking), memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø
Fokus pada aset dan kekuatan
Ø
menggunakan kekuatan sebagai tumpuan
berpikir,
Ø
memusatkan perhatian pada apa yang
bekerja,
Ø
Menggali kekuatan ataupun potensi yang dimiliki.
Ø
Pendekatan berbasis Aset (Asset-Based
Thinking) selanjutnya dikenal dengan istilah PKBA (Pendekatan
Pengembangan Komunitas Berbasis Aset) yang direkomendasikan dalam upaya
mengembangkan komunitas.
Keberhasilan sebuah proses pembelajaran sangat
tergantung pada cara pandang sekolah melihat ekosistemnya: apakah sebagai
kekuatan atau sebagai kekurangan. Sekolah yang memandang semua yang dimiliki
adalah suatu kekuatan, tidak akan berfokus pada kekurangan tapi berupaya pada
pemanfaatan aset yang dimiliki. Pendekatan Pengembangan Komunitas
Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada:
Ø
kemandirian dari suatu komunitas untuk
dapat menyelesaikan tantangan
Ø
bermodalkan kekuatan dan potensi yang
ada di dalam diri
Ø
hasil yang diharapkan akan lebih
berkelanjutan.
Ø
berfokus pada potensi aset/sumber daya
yang dimiliki oleh sebuah komunitas.
Melalui PKBA, seorang pemimpin (dalam
hal ini guru sebagai pemimpin pembelajaran) akan selalu berpikir positif dan
melihat bahwa semua faktor biotik dan abiotik yang ada di sekelilingnya dapat
menjadi asset dan kekuatan yang dapat dikelolanya. Bahkan saat dia menemukan
masalah atau hambatan dapat dipandangnya sebagai aset. Contohnya saat menemukan
murid yang keras kepala, maka guru akan melihatnya bahwa murid tersebut
memiliki karakter yang tangguh dan gigih.
Kretzmann dan McKnight
menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci dari usaha
perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan maupun pedesaan. Menurut Green dan
Haines (2002) mengatakan bahwa dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama sebagai modal utama,
yaitu:
- Modal Utama
- Modal Sosial
- Modal fisik
- Modal Lingkungan /
Alam
- Modal Finansial
- Modal Politk
- Modal Agama dan
Budaya
Dalam pengimplementasiannya langkah yang dilakukan
adalah berdiskusi (kolaborasi) dengan komunitas sekolah terkait sumber
daya yang ada , memahami apa saja sumber daya (asset) tersebut , mengoptimalkan
pengelolaan sumber daya ( asset) dalam meningkatkan keaktifan
, percaya diri , keceriaan (merdeka) murid sehingga potensi yang dimiliki murid
dapat berkembang
Pengelolaan sumber daya yang tepat akan
membantu proses pembelajaran yang berkualitas , melalui diskusi (kolaborasi )
dengan komunitas sekolah bukan hanya pemetaan sumber daya saja yang terbentuk
namun ide/gagasan baru yang muncul dalam mewujudkan pembelajaran yang
menyenangkan , aktif serta aman. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya (aset )
yang dimiliki dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keberagaman yang dimiliki
murid.
Koneksi atau hubungan materi pemimpin dalam
pengelolaan sumber daya ini dapat dikaitkan dengan materi di modul sebelumnya
yakni :
- Filosofi pemikiran KHD
tentang tujuan pendidikan dan pengajaran yang berada di modul 1.1
- Nilai dan peran guru
penggerak di modul 1.2
- Menentukan Visi
Sekolah yang dapat dilaksanakan melalui pendekatan inkuiri apresiatif
dalam BAGJA di modul 1.3
- Budaya positif yang
dapat ditumbuhkan dan dikembangkan di sekolah pada modul 1.4
Pada modul
3.2 Pemimpin Pembelajaran Dalam Pengelolaan Sumber Daya ini, kita
bisa menggali nilai-nilai positif baik untuk menerapkan visi sekolah yang
berbasis pada kekuatan/asset, budaya positif yang telah ada di sekolah kemudian
dikembangkan menjadi visi sekolah yang menuju kepada murid merdeka yaitu dengan
memberdayakan dan memaksimalkan aset yang dimilki sekolah agar lebih berdaya
guna.
Hubungan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, dari
pebelajaran pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di modul 3.2 ini saya telah
menemukan hal baru yang tidak saya ketahui dan pahami sebelumnya dalam upaya
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada di sekitar sekolah secara
kreatif agar program pendidikan yang ingin dicapai dapat terlaksana secara
maksimal.
Selama ini
saya memiliki pola pikir yang selalu berfokus pada apa yang kurang, apa yang
mengganggu dan apa yang tidak bekerja. Segala sesuatunya saya lihat dengan cara
pandang negatif yang semakin lama telah membuat saya lupa akan potensi kekuatan
yang ada disekitar saya untuk dioptimalkan. Hal ini kiranya telah mengakibatkan
saya menjadi ragu dalam melaksanakan setiap program yang akan dijalankan.
Bahkan
program itu cenderung tidak berjalan yang sering terkendala karena menghadapi
persoalan keuangan, sarana dan prasarana sebagai akibat dari pandangan negatif
serta minimnya upaya untuk membangun potensi yang ada di sekitar
Namun
sekarang saya telah mengetahui dan memahami bagaimana cara mengelola sumber
daya sebagai pemimpin pembelajaran secara optimal dengan menggunakan pendekatan
berbasis asset serta dapat memberdayakan seluruh asset yang ada di sekitar
komunitas dengan strategi yang kreatif berdasarkan pemetaan 7 aset utama
menurut Green dan Haines (2002) yang telah saya pelajari di Program Guru
Penggerak pada modul 3.2 ini.
Salam dan Bahagia.