Rabu, 29 Maret 2023

Coaching dalam Supervisi Akademik

(Pembelajaran Berdiferensiasi, Pembelajaran Sosial Emosional dan Peran Guru sebagai Pemimpin Pembelajaran)

Oleh: Welly Julita, M.TPd




A.   KESIMPULAN

Ø  Pembelajaran Coaching untuk Supervisi Akademik

Seorang guru penggerak harus mampu menjalankan perannya. Peran yang dimaksud adalah: 1) Menjadi Pemimpin Pembelajaran, 2) Menjadi Coach Bagi Guru Lain, 3) Mendorong kolaborasi, 4) Mewujudkan Kepemimpinan Murid (Student Agency), 5) Menggerakkan Komunitas Praktisi. Lima peran guru penggerak yang sejalan dan selaras dengan modul 2.3 Coaching untuk supervisi akademik adalah peran yang ke-2 yaitu menjadi coach bagi guru lain.

Supervisi akademik di sekolah sering diasumsikan sebagai suatu kegiatan observasi  atau penilaian terhadap kinerja guru. Sehingga kata supervisi identik menjadi sebuah kegiatan kekurangan guru dan guru merasa terbebani ketika guru tersebut disupervisi.

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya.  Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai “…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Beberapa defisini mengenai coaching di atas dapat saya simpulkan bahwa coaching merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai kondisi kemajuan, coaching meningkatkan kompetensi personal dan profesional, coaching bukan kegiatan memberi tahu, melainkan kegiatan menanya (asking) untuk membangkitkan motivasi (belum mau menjadi mau, belum sadar menjadi sadar). Seorang coach dalam kegiatan coaching menggali dan memotivasi solusi dari masalah yang dialami coachee. Kegiatan coaching diharapkan coachee menemukan solusi dari masalah yang dialami dengan kembali sadar dan tanpa ajakan maupun paksaan dari seorang coach (mandiri).

Ø  Paradigma, Prinsip, Kompetensi Inti Coaching

Agar menjadi seorang coach yang baik seorang guru harus menerapkan dan memiliki pemikiran dalam beberapa hal, diantaranya adalah paradigma berfikir coaching dan prinsip coaching.

Ø  Paradigma berfikir coaching;

  1. Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan,
  2. Bersikap terbuka dan ingin tahu,
  3. Memiliki kesadaran diri yang kuat,
  4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

Ø  Prinsip coaching

  1. Kemitraan
  2. Proses kreatif
  3. Memaksimalkan potensi

Selain kedua hal diatas yang perlu dimiliki dan diterapkan, untuk dapat melakukan proses coaching dengan baik seorang guru harus memiliki 3 kompetensi inti coaching yang ada yaitu:

  1. Kehadiran Penuh/Presence

Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee (coaching presence) sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

  1. Mendengarkan Aktif

Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak.  Seorang coach yang baik akan mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara.  Dalam percakapan coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra bicara.  Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.

3.    Mengajukan Pertanyaan Berbobot

Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot.  Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi. Pertanyaan berbobot kepada coachee adalah merupakan hasil dari mendengarkan aktif yaitu R-A-S-A. RASA merupakan akronim dari ReceiveAppreciateSummarize, dan Ask.

Ø  Alur Percakapan T-I-R-T-A

TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. 

TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.     Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)

2.    Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)

3.    Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)

4.    TAnggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya).

Ø  Keterkaitan Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi Dan Pembelajaran Soial Emosional

Setelah mempelajari modul ini, saya menjadi semakin tercerahkan dan termotivasi untuk menerapkan prinsip coaching dalam membantu rekan sejawat untuk menemukan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Saya meyakini bahwa dengan menerapkan paradigma berfikir coaching  dalam penyelesaian masalah yang dihadapi rekan sejawat, mereka akan lebih terbuka, tidak merasa malu menguraikan permasalahan yang dihadapi dan merefleksi diri.

Selanjutnya adalah keterkaitan coaching dengan pembelajaran pada modul sebelumnya.

  1. Keterkaitan coaching degan pembelajaran berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Sesuai dengan definisi pembelajaran berdiferensiasi tersebut dapat diasumsikan bahwa paradigma coaching dan prinsip coaching dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Selain itu dengan menerapkan coaching sebagai sebuah pendekatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid adalah suatu hal yang dapat dilakukan dan efektif untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Untuk menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran, guru akan mengarahkan murid untuk menemukan, menentukan/memilih kebutuhan belajarnya. Murid dimampukan untuk dapat belajar sesuai dengan gaya belajar, kemampuan belajar, bakat dan minat yang dimiliki. Dengan demikian pembelajaran dapat berjalan baik dan murid merasa nyaman dengan proses belajar yang mereka lakukan.


  1. Keterkaitan coaching dengan pembelajaran sosial emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:

A.   Memahami, menghayati, dan mengelola emosi  (kesadaran diri)

B.    Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

C.    Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

D.   Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)

E.    Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Lima kompetensi sosial emosional yang dipelajari pada modul sebelumnya menjadi sebuah dasar seorang guru agar dapat menguasai tiga kompetensi coaching yang ada. Sehingga pembelajaran sosial emosional sangat penting dan perlu ditempuh seorang guru untuk meningkatkan kompetensi sosial emosionalnya sebelum belajar mengenai coaching.

Selain itu, dalam pembelajaran sosial emosional seorang guru akan memperoleh pengalaman mengenai mengelola diri yang baik hingga mampu mengambil keputusan. Salah satu teknik untuk mengembalikan kesadaran penuh atau (mindfulness) dapat dilakukan dengan teknik S-T-O-P yang dapat diterapkan kepada coachee sebelum melakukan kegiatan coaching. Dengan demikian coaching akan terjadi baik dan memampukan coachee dalam menemukan solusi masalah yang dialami.

  1. Keterkaitan Keterampilan Coaching dengan Pengembangan Kompetensi Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Pemimpin pembelajaran yang baik menurut saya adalah seorang yang memiliki prinsip dan mampu menerapkan paradigma coaching untuk supervisi akademik. Paradigma coacing dan prinsip coaching untuk supervisi akademik sangat perlu dimiliki oleh seorang pemimipin pembelajaran untuk dapat melakukan evaluasi dan refleksi pembelajaran sebagai bahan perbaikan kedepan. Selain itu, kemampuan coaching seorang pemimpin pembelajaran harus selalu ditingkatkan dan diasah guna supervisi akademik yang dilakukan.

Melakukan supervisi akademik dengan teknik coaching akan lebih efektif dibandingkan dengan teknik lain. Karena dalam coaching seorang coachee mampu menemukan potensi positif dalam diri maupun potensi lain disekeliling sebagai solusi atas masalah yang dihadapi. Suatu hal yang muncul atas inisitif atau hasil pemikiran reflektif seseorang biasanya lebih bertahan lama atau berjangka panjang dan memberikan kesan makna yang mendalam ketika berhasil diterapkan.

B.   REFLEKSI

  1. Peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi adalah:

Di sekolah, saya memainkan banyak peran. Utamanya sebagai seorang guru mata pelajaran kimia. Oleh kepala sekolah, saya diberi amanah sebagai Wakil kepala sekolah bidang kepeserta didikan sekaligus Pembina Osis. Saya juga diberi tanggung jawab sebagai Kepala Laboratorium Kimia dan Nanoteknologi. Semua tugas dan peran tersebut, saya jalani dengan senang hati dan semampu yang saya bisa lakukan. Peran tersebut akan bertambah jika sekolah mengadakan kegiatan tahunan sekolah seperti PPDB, Penerimaan Peserta Didik Baru, Matrikulasi, Ujian sekolah, Ulang tahun sekolah dan Wisuda/Pelepasan Peserta Didik Kelas XII. Biasanya saya ditunjuk sebagai ketua panitia atau Koordinator Tim.

Apakah dalam menjalankan tugas, peran dan fungsi saya sebagai seorang guru dan dengan banyak tugas tambahan saya tidak mengalami hambatan dan kesulitan??.

Dalam keseharian menjalankan tugas dan peran tersebut. Tentu tidak semua berjalan lancar. Banyak kendala dan hambatan yang ditemui. Baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Dengan peserta didik ataupun dengan rekan sejawat.

Kendala dan hambatan yang ditemukan, bersama tim berusaha dicari jalan keluarnya. Karena tidak menampik juga bahwa, antar peserta didik, antara guru dan peserta didik serta antar rekan sejawat pernah berselisih paham. Kondisi berselisih paham tersebut tentu tidak berlangsung lama. Karena semua menyadari kekeliruan, dan menyadari bahwa apa yang dilakukan demi kemajuan sekolah.

Sebut saja dalam pembelajaran di kelas. Saat jam belajar, saya mendapati peserta didik  melakukan aksi diam 1 kelas. Ditanya diam, disuruh bertanya, disuruh maju kedepan kelas, tetap diam. Saya jadi bertanya mengapa semua diam?.

Kondisi seperti ini pernah terjadi di kelas berbeda. Jika sebelumnya saya bereaksi dengan keterdiaman peserta didik dengan memberi mereka pemanasan diri, lari keliling koridor sekolah, hormat tiang bendera, memberi mereka pencerahan dan berakhir dengan refleksi diri saya dan peserta didik di kelas. Maka setelah mendapat pembelajaran CGP modul 2, saya merasa perlu merubah pola itu. Menerapkan Budaya positif, membuat kesepakatan dan keyakinan kelas, menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dan menerapkan pembelajaran sosial emosional. Tidak hanya diterapkan di kelas saat terjadi “gangguan” belajar tetapi juga saya coba terapkan di Laboratorium, dengan rekan sejawat, rekan 1 tim dan di lingkungan sekolah. Dan itu yang sekarang telah dan sedang saya lakukan.

Kembali ke temuan di kelas. Peserta didik melakukan “aksi diam” ketika sebagian besar dari mereka belum siap latihan KD dari jadwal yang sudah dijanjikan. Sebagai seorang pendidik tentu saya tidak akan membiarkan ini terjadi, berlangsung lama dan ber ulang. Maka saya melakukan pendekatan pembelajaran dengan berkolaborasi dan bermitra dengan rekan sejawat dan peserta didik, dalam berbagai cara demi dapat mengatasi hambatan dalam belajar di kelas dan saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi, yakni:

1.     Melakukan proses coaching. Di awali dengan rekan sejawat ( baik rekan guru mapel lain, dengan wali kelasnya, dengan SAnya dan dengan pengasuh asramanya). Dimana saya bertindak sebagai coachee. Orang yang perlu dibantu untuk mencapai kondisi maju dalam pemelajaran di kelasnya. Sekaligus melatih diri sesbelum saya melakukan peran berbeda sebagai seorang seorang coach bagi peserta didik saya di kelas.

2.    Merefleksi diri dengan pendekatan Sosial Emosional, dengan Teknik STOP dan Mindfullness. Saya memposisikan diri saya adalah seorang guru yang sadar diri akan kekeliruannya, berusaha memperbaiki diri, belajar menerima kritik dan masukan dari peserta didik maupun rekan sejawat dari hasil proses coaching yang dilakukan dengan rekan sejawat sebelumnya (Kesadaran social dan kemampuan berelaksi). Hingga akhirnya saya dapat mengambil sebuah kesimpulan yang bertanggung jawab. Tentang apa yang harus saya dan peserta didik lakukan agar dapat memperbaiki permasalahan dalam belajar tersebut.

3.    Melakukan aksi nyata bersama peserta didik di kelas saya dengan menerapkan pendekatan:

a)    Pembelajaran Sosial Emosional dengan Teknik STOP dan  Mindfullness agar peserta didik juga memiliki pengendalian diri, kesadaran diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dengan teman, terlebih guru. Bahwa segala sesuatu harus didiskusikan dengan baik. Untuk mencari jalan keluar dari permasalahan. Bukan dengan aksi diam se kelas, hingga peserta didik dapat mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab terhadap tindakannya, sekaligus menanyakan kembali keyakinan kelas yang sudah disepakati bersama. Saya juga melakukan Refleksi diri peserta didik dengan pendekatan menulis pesan kesan 3 baris setelah pembelajaran dilakukan. Untuk menggali dan mengetahui, peserta didik yang perlu didorong untuk maju, peserta didik yang butuh di konseling, dan peserta didik yang perlu dimotivasi). Dan dari penerapan pembelajaran sosial emosional, mindfullnes dan refleksi diri ini dilakukan oleh peserta didik di kelas, saya dapat mengetahui bahwa alasan “aksi diam” yang peserta didik lakukan adalah karena mereka tidak belajar, tidak mempersiapkan diri untuk latihan KD pada hari yang telah disepakati bersama pada pertemuan sebelumnya.

b)   Melakukan proses coaching, terutama pada peserta didik yang menginginkan kemajuan dalam belajarnya, keluar dari zona nyamannya. Nah peran saya di sini sebagai Coach yang bertindak sebagai mitra peserta didik. Pendekatan yang saya lakukan dengan alur TIRTA dan pertanyaan berbobot dengan RASA.

c)    Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, demi memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam. Bahwa peserta didik bisa belajar sesuai minat, gaya belajar dan kebutuhan belajarnya.

Bagaimana persaan saya saat melakukan aksi nyata saya, baik di lingkungan sekolah maupun di kelas??

Jawabannya, Nano-nano, Banyak rasa. Pada rekan sejawat, terutama saat saya memposisikan diri sebagai coachee, ada rekan sejawat yang justru senang saya bercerita, dia cerita balik tentang dirinya dan masalahnya di kelas, ada juga yang memberikan informasi terkait kemajuan dan etika peserta didik di sekolah dan asrama. Rasa haru dan senang saya dapatkan setelah membaca pesan kesan 3 baris setelah pendekatan SE dan refleksi diri peserta didik terhadap pembelalajaran saya baca. Beberapa peserta didik, menunjukkan ketertarikannya dengan materi, metode dan cara penyampaian saya dalam mengajar, mereka jadi termotivasi untuk giat belajar, dan menyadari kekurangan diri, mau berubah. Namun sedih dan tersentil juga saat peserta didik memberi penilaian bahwa cara mengajar saya yang cepat, soalnya banyak dan dikerjakan dengan waktu yang singkat. Diakhir refleksi saya ucapkan rasa terimakasih karena sudah bersedia menilai saya. Saya juga sampaikan bahwa mereka harus mengejar gurunya dalam belajar, bila perlu melebihi pengetahuan gurunya dan sekali waktu bertindak sebagai guru menggantikan saya. Dan soal waktu serta jumlah butir soal dan dikerjakan dalam waktu yang terbatas, agar mereka siap kompetisi. Bahwa, tes masuk perguruan tinggi, saat mengikuti lomba ketangkasan, waktunya lebih singkat lagi dari waktu yang saya sediakan. Tapi di balik itu semua, tetap saya perhatikan masukan dan kemauan belajar peserta didik. Saya cari jalan tengahnya.

Proses coaching, dimana saya bertindak sebagai Coach, pendekatan Sosial emosional, dan pembelajaran berdiferensiasi ini, selain dalam pembelajaran di kelas, juga saya coba terapkan di lingkungan sekolah dalam melakukan peran dan tugas saya sebagai wakil kepala sekolah bidang kepeserta didikan dan Pembina osis.

Sebagai seorang coach di sekolah, peran saya adalah membantu guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran mereka. Saya dapat membantu guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran yang berfokus pada pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi.

Dalam pembelajaran berdiferensiasi, saya dapat membantu guru dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar individu peserta didik dan memberikan dukungan untuk mengembangkan rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan tersebut. Saya dapat membantu guru dalam merancang aktivitas dan tugas yang memungkinkan peserta didik dengan berbagai tingkat kemampuan untuk belajar dan berkembang.

Sedangkan dalam pembelajaran sosial dan emosi, saya dapat membantu guru dalam mengembangkan strategi yang mempromosikan keterlibatan sosial dan emosi peserta didik dalam proses pembelajaran. Saya dapat membantu guru dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosi peserta didik, seperti kemampuan untuk bekerja sama, berkomunikasi dengan baik, mengelola emosi, dan memecahkan masalah secara efektif.

Sebagai coach, saya dapat membantu guru dalam mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi ke dalam kurikulum dan kegiatan kelas. Saya juga dapat membantu guru dalam mengevaluasi efektivitas strategi pembelajaran mereka dan memberikan umpan balik yang berguna untuk meningkatkan praktik pembelajaran mereka.

 

    1. Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran

Pembelajaran yang efektif dan berkelanjutan memerlukan peran aktif dari berbagai pihak, termasuk guru, peserta didik, dan pemimpin pembelajaran.  Sebagai pemimpin pembelajaran, harus mampu mengelola dan mengarahkan proses pembelajaran yang efektif dan membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran mereka. Mampu menjadi supervisor bagi rekan sejawatnya yankni menjadi coach bagi guru lain.

Rabu, 01 Maret 2023

 

PEMBELAJARAN BERDIFERENSI

Oleh: Welly Julita


                               Dokumentasi pribadi: Proses Pembuatan Buket Graduation (Diferensiasi Proses)

Saat pertama kali mendengar kata Pembelajaran Berdiferensiasi, yang ada dalam benak saya adalah pembelajaran yang berbeda. Karena kata Diferen, serapan dari kata Different yang berarti perbedaan/berbeda. Tapi berbeda dari segi apa dan bagaimananya saya    belum paham waktu itu. Saya juga pernah ikut pelatihan IKM, Implementasi Kurikulum Merdeka, di awal-awal kurikulum merdeka digaungkan. Sayangnya untuk topik Pembelajaran Berdiferensiasi belum terlalu jelas dimengerti, karena pelatihan yang seyogyanya dilakukan 3 sampai 4 hari dipadatkan menjadi 2 hari. Fokusnya waktu itu ke pengenalan Kurikulum Merdeka, mengenal bagian-bagiannya, termasuk mengenal Pembelajaran Berdiferensiasi itu. Terbukti saat pretest modul 2.1 saya ragu memilih jawaban sepertinya benar semua. Efek kurang baca lebih tepatnya. Setelah ikut kelas kolaborasi dan elaborasi konsep modul 2.1 pengetahuan saya tentang Pembelajaran Berdiferensiasi makin paham.

Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah guru harus mengajar dengan 22 cara yang berbeda untuk mengajar 22 orang murid. Bukan juga guru harus memperbanyak butir soal untuk murid yang lebih pintar dari segi kognitif dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan murid yang pintar dan kurang. Tidak pula guru harus memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan. Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi itu?

Menurut Ekplorasi Konsep Modul 2.1 Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Sedangkan menurut Tomlinson (1999:14)  Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Jadi dapat dipahami bahwa Pembelajaran Berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir segala perbedaan kebutuhan belajar murid (konten, proses dan atau hasil), dimana guru memahami dan memfasilitasi segala perbedaan dan kebutuhan belajar muridnya sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan melakukan asesmen sebagai indikator keberhasilan pra, proses dan hasil belajar murid. Guru mengemas pembelajarannya dengan apik agar semua murid dapat terlibat dalam pembelajaran. Jika itu yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi, maka apa yang selama ini pernah saya lakukan di kelas dan di laboratorium untuk pembelajaran Kimia dan PKWU Nanoteknologi adalah pembelajaran berdiferensiasi yang dimaksud.

 

Lantas bagaimana cara guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas?

Guru dapat memulai dengan memetakan kebutuhan belajar murid, merincikan tujuan pembelajaran dengan jelas apa yang dilakukan oleh guru dan murid, menyusun scenario pembelajaran yang mengaktifkan murid dapat belajar dengan baik, menyiapkan alat dan bahan, juga penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Menyiapkan instrumen asesmen dan yang paling utama adalah guru harus mampu menguasai kelas dan materi dengan baik.

Pengalaman saya dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang awalnya saya belum tahu jika apa yang telah saya lakukan ternyata adalah pembelajaran berdiferensiasi adalah saya seringkali mendapati kondisi dimana ide-ide tak terduga dan menakjubkan itu muncul dalam pembelajaran saya. Saya bahkan mendapati murid - murid saya bereaksi dan melakukan hal-hal diluar ekspektasi saya terhadap jalannya pembelajaran. Apalagi saat mendapati jalannya pembelajaran menjadi berbeda dengan skenario pembelajaran, Rpp yang kita rancang sebelumnya. Misalnya, dengan metode Fliped Learning, saya memberikan tugas untuk murid agar siap belajar pada pertemuan selanjutnya. Saat tiba jadwal pembelajaran, ternyata pada saat apersepsi, saya memberikan pertanyaan-pertanyaan pemantik untuk menilai asesmen pra belajar murid. Yang dalam benak saya, jika mereka belajar sebelumnya maka mereka akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Ternya yang terjadi adalah murid tidak merespon pertanyaan itu, murid belum siap belajar. Alasannya karena ada kegiatan asrama tadi malam, atau kunjungan si A yang waktu belajar murid jadi terganggu. Di saat-saat seperti itu ide saya muncul. Saya bereaksi bagaimana caranya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan murid tetap enjoy belajar. Sebut saja pada salah satu pokok bahasan Sifat Koligatif Larutan, SKL. Saya bagi anak dalam 4-5 kelompok yang heterogen, ada tutor sebaya pada masing-masing kelompok. Saya berikan kesempatan utk mereka memilih jenis SKLnya, memilih  sendiri  alat dan bahannya (Diferensiasi Konten). Saya juga berikan kebebasan pada masing-masing kelompok untuk mereka melakukan  prosedur percobaan dengan metode dan langkah kerja yang bervariatif, dilakukan dimana saja,  namun tegap dalam koridor tujuan pembelajaran saat itu (diferensiasi proses) dan pengumpulan tugas dapat dilakukan dengan pengumpulan video, power point, langsung di hadirkan dikelas, cerita dan kolase foto dan lainnya (diferensiasi produk). Hasilnya adalah mencengangkan. ternyata ada murid yang bias membuat es krim hanya dengan bahan dan alat sederhana dan murah perwujudan dari Penurunan titik beku larutan. Ada yang membuat kuah dan mpek-mpek, menyuguhkan tanaman dalam pot kaca berisi air, membuat pepes ikan dan lainnya.

 

Ada juga pada saat pembelajaran PKWU, saya tugaskan murid-murid dalam kelompoknya untuk membuat “Buket” untuk diberikan ke kakak kelas, kakak sekamar, se-SA (sebutan untuk Student Advisor) dan dijual pada saat Graduation/Wisuda kakak kelas XII mereka April 2023 nanti. Alhasil dari jenis buket yang mereka buat saja sudah mencengangkan hasil dan jenisnya. Jika buket bunga dari bunga kertas itu biasa dijual di pasaran, toko online. Murid Pentagon justru membuatnya dari bunga dan rerumputan basah, bunga dan rerumputan kering, buket dari aneka snack, pigura dari stik bekas tangkai es krim lengkap dengan lampu-lampunya. Terlihat sepertinya sama namun sesungguhnya apa yang murid-murid ini lakukan adalah hal berbeda dan menakjubkan. Inovasi. Ada yang membuat konten video untuk promosi produk dan penjualan, buat channel pemesanan dan lain-lainnya.  


Dokumentasi pribadi: Buket Graduation PKWU Nanoteknologi Pentagon (Diferensiasi Konten dan Produk)

Bagaimana cara agar pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal?

Ada 5 hal yang dapat dilakukan oleh guru, yakni:

 1.        Mendefinisikan Tujuan pembelajaran secara jelas. Bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga murid-muridnya.

2.        Menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana guru akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

3.        Menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Bagaimana guru memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang proses belajar mereka.

4.        Memanajemen kelas dengan efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas, namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun murid melakukan kegiatan yang mungkin berbeda-beda, namun kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

5.        Melakukan Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan, dan kemudian menyesuaikan rencana dan proses pembelajaran.

Apakah ada kaitan antara materi dalam modul ini dengan modul lain di Program Pendidikan Guru Penggerak?.

Ya. Tentu. Di antaranya adalah minat belajar, kesiapan belajar, kebutuhan belajar serta profil belajar murid, kaitannya ada pada materi kodrat alam dan kodrat zaman murid. Merdeka belajar. Murid dibebaskan memilih alat dan bahan saat membuat sebuah proyek, melakukan dengan cara yang berbeda (diferensiasi konten dan proses) ini salah satu perwujudan dari merdeka belajar itu. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Intinya saya dapat mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran berdiferensiasi menghadirkan suasana belajar yang mengaktifkan murid belajar. Guru bukanya disulitkan dengan persiapan pembelajaran, murid dan guru menjalani proses pembelajaran aneka ragam gaya dan metode yang melelahkan serta penilaian yang memberatkan. Justru dengan pembelajaran berdiferensiasi, murid dan guru bisa sama-sama berkreativitas dan berinovasi. Salam semangat guru kreatif dan murid yang hebat. WJ.

 

Implementasi Pembelajaran  Sosial dan Emosional (KSE)untuk Murid dan PTK

Disusun Oleh: Welly Julita

CGP Angkatan 7 – Kaur Bengkulu

https://guru.kemdikbud.go.id/bukti-karya/pdf/79740

1.      Implementasi Pembelajaran  Sosial dan Emosional (KSE) untuk Murid

 

A.      Jenis KSE : Kesadaran Diri, fokus pada: Disiplin terhadap waktu

Bentuk Implementasi

Skenario Penerapan

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran (Guru ...)

Deskripsi Tambahan

Melakukan

Mengatakan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Pengajaran Ekplisit

Ø  Menghargai waktu

Ø  Waktu tidak akan kembali

Ø  Jangan pernah menyia-nyiakan waktu

Ø Kepala Sekolah

 

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

 

Ø Murid

Ø Saat terjadi indisiplin terhadap waktu

 

Ø 2 s.d. 5 menit

Ø Di ruang belajar/labor

Ø Sekolah

Ø Murid dan atau guru/ PTK yang indisiplin dan disiplin

Ø Foto /video negara dengan kedisiplinan tinggi

Integrasi Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

 

Ø  Mengikuti jadwal KBM yang telah dibuat

Ø  Datang dan keluar kelas tepat waktu

Ø  Membuat kesepakatan kelas bersama murid

Ø  Jika 5 menit saja kita terlambat masuk kelas atau keluar kelas maka, pembelajaran akan terganggu.

Ø  Hal yang sam juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari: jadwal penerbangan/kereta, rapat dan lain-lainnya yang tidak sesuai jadwal maka akan berefek pada kerugian.

 

 

 

 

 

Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

 

Ø  Menghargai waktu (dalam pembelajaran maupun kegiatan sekolah lainnya)

Ø  Salah satu kunci kesuksesan adalah disiplin terhadap waktu

 

 

 

B.    Jenis KSE : Manajemen Diri, tentang Mengelola emosi, pengendalian diri dan menghargai

Bentuk Implementasi

Skenario Penerapan

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran (Guru ...)

Deskripsi Tambahan

Melakukan

Mengatakan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Ø Pengajaran Ekplisit

Ø Integrasi Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

Ø Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

 

Ø  Peran sebagai manajer dan sebagai teman

 

Ø  Peran sebagai model/teladan

 

Ø  \memberi reward/ konsekuensi)

Ø  Laa tahdob (Jangan marah) maka balasannya adalah surga

Ø  Jika kita ingin dihargai maka hargai diri kita dan orang lain

Ø  Belajar itu tidak hanya di bangku sekolah tetapi juga dalam pertemanan dan kejadian dalam hidup

 

Ø Kepala Sekolah

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

Ø Murid

Ø Saat pembelajaran

Ø Saat diskusi/musyawarah

Ø bekerjasama dalam tim

Ø Pengambilan keputusan

 

Ø 5 s.d. 30 menit

Ø Sekolah

Ø Ruang belajar

Ø Asrama/kamar

Ø Masyarakat

Ø sabar

Ø ikhlas

Ø syukur

Ø penghargaan/reward

Ø murottal

Ø lagu-lagu menenangkan

 

 

 

 

 

 

 

 

C.   Jenis KSE : Kesadaran sosial, tentang Kebersihan, Peduli, Gotong royong

Bentuk Implementasi

Skenario Penerapan

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran (Guru ...)

Deskripsi Tambahan

Melakukan

Mengatakan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Ø Pengajaran Ekplisit

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ø Integrasi Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

 

 

 

Ø Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

 

Ø  Kebersihan: Mencontohkan (memungut sampah, membuang sampah pada tempatnya)

 

Ø  Peduli:

Berempati,

Silaturahim dengan murid, PTK dan daerah yang mengalami musibah)

Ø  Gotong royong menjaga kebersihan kelas dan sekolah Penggiat program:

Jum at bersih

Pentagon peduli

Ø  Menginstruksikan pengurus kelas untuk membuat jadwal piket dan

 

Ø  Jagalah kebersihan

Ø  Kebersihan sebagian dari iman

Ø  Kebersihan pangkal kesehatan

Ø  Jika diri kita, lingkungan kita bersih, rapih dan wangi. Siapa yang paling  menikmatinya kalau bukan kita maka jagalah kebersihan diri, kelas dan lingkungan sekitar kita!

Ø  Buang sampah pada tempatnya

Ø  Sekecil apapun yang kita beri, akan sangat berharga bagi saudara/i kita yang membutuhkan

Ø  Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah

Ø  Pekerjaan jika dilakukan bersama-sama akan terasa ringan dan mudah

Ø Kepala Sekolah

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

Ø Murid

Ø Masyarakat

Ø Dinas terkait/ LH

Ø Donatur

Ø Saat mendapati kelas/ papan tulis/lantai, danlain-lain kotor,

 

Ø Got, taman dan lingkungan sekolah terdapat sampah di mana-mana

 

Ø Terjadi musibah/bencana alam

 

Ø 10 menit s.d. 1 jam lebih

Ø Taman dan lingkungan sekolah

Ø Ruang belajar

Ø Asrama/kamar

Ø Lokasi bencana

Ø Peralatan kebersihan (penghapus, sapu, sekop, kain pel, cangkul, lorry, parang)

Ø Kotak amal

Ø Jenis bantuan (uang, pakaian layak pakai, sembako, peralatan rumah tangga)

Ø Kendaraan penganggut

Ø Petugas medis

Ø Relawan/ psikiater dan kerohanian

D. Jenis KSE : Keterampilan berelasi, tentang Menjaga hubungan baik, Pertemanan dan persaudaraan, Membangun relasi

Bentuk Implementasi

Skenario Penerapan

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran (Guru ...)

Deskripsi Tambahan

Melakukan

Mengatakan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Ø Pengajaran Ekplisit

 

 

 

 

Ø Integrasi Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

 

 

 

Ø Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

 

Ø  Mencontohkan (memanggil rekan sejawat, murid dengan panggilan kesayangannya, berteman, tegur sapa, salam, sopan, santun)

Ø  Menitipkan salam/ sesuatu untuk keluarga rekan atau murid

Ø  Mendoakan

Ø  Penggiat program osis atau ekskul:

Melakukan komunikasi yang baik dengan stake holder dan pemangku kepentingan saat malakukan program osis/sekolah

 

Ø  Kemarin do lihat Ocik di pasar, beli apa?

Ø  Mohon maaf Bapak, tolong potokopikan ini rangkap 2. Terimakasih.

Ø  Gimana kabar Ibu, sehat?

Ø  Saya menyayangimu karena Allah. Ana Uhibbuka fillah

Ø  Misal, Surat undangan tidak hanya di antarkan ke yang bersangkutan tetapi juga ditanya kesediaannya memenuhi undangan,

Ø  Meminta bantuan dan membantu saudara

Ø Kepala Sekolah

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

Ø Murid

Ø Orang tua

Ø Masyarakat

Ø Dinas/badan/kantor

Ø Pejabat/orang yang diperhitungkan

Ø Setiap saat

Ø Setiap even kegiatan

 

 

Ø 1 menit s.d. sepanjang masa

Ø Sekolah

Ø Di rumah

Ø Di masyarakat

Ø Dinas/badan/kantor

 

Ø Ucapan

Ø Rangkulan

Ø Senyuman

Ø Jabat tangan

Ø Sapaan

Ø Komunikasi yang baik

Ø Kunjungan

Ø Bingkisan/hadiah

Ø Doa

 

 

E.   Jenis KSE : Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, tentang Tanggung jawab, melaksanakan tugas, fungsi dan peran

Bentuk Implementasi

Skenario Penerapan

Deskripsi Kegiatan Pembelajaran (Guru ...)

Deskripsi Tambahan

Melakukan

Mengatakan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Ø Pengajaran Ekplisit

 

 

Ø Integrasi Praktek Mengajar Guru dan Kurikulum Akademik

 

Ø Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

 

Ø  Memberikan tugas dan tanggung jawab dalam mengelola kelas

Ø  Pembelajaran kooperatif (dengan metode PBL, PJBL, Eksperimen, Fliped Learning dan lainnya)

Ø  Membina osis /ekskul (dalam Menyusun program, membuat kepanitiaan, membagi jobdesk, melaksanakan program dan pelaporan)

Ø  Mengerjakan dan mengumpulkan tugas tepat waktu adalah salah sau bentuk positif dari belajar bertanggung jawab terhadap diri sendiri, tugas yang diemban dan orang lain

Ø  Setiap keputusan yang diambil harus dapat dipertangungjawabkan

Ø  Silang pendapat itu biasa dalam musyawarah untuk mencapai mufakat, tetapi bagaimana kita bisa belajar dewasa dan bertanggung jawab, menerima segala perbedaan menjadi sebuah kekuatan besar mensukseskan program

Ø Kepala Sekolah

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

Ø Murid/teman sebaya

Ø Orang tua

Ø Masyarakat

Ø Lembaga

Ø Pemangku kepentingan

Ø Setiap saat

Ø Setiap even kegiatan

 

 

Ø 1 menit s.d. sepanjang masa

Ø Sekolah

Ø Kelas/ruang belajar/laboratorium

Ø Aula/mmasjid

Ø Di rumah

Ø Di masyarakat

 

Ø Musyawarah

Ø Diskusi kelompok

Ø Kerja kelompok

Ø Tugas/Projek mapel/kelas/sekolah

 

 

 

 

2.  Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional untuk Rekan Pendidik dan

         Tenaga Kependidikan (PTK)  di Sekolah Jenjang SMA

 

Bentuk Penguatan

Skenario Penerapan

Hal yang dikembangkan

Deskripsi Tambahan

KSE

Deskripsi Kegiatan

Orang yang terlibat

Waktu Pelaksanaan

Durasi waktu

Tempat

Perlengkapan lain

Menjadi Teladan

Ø Manajemen diri

Ø  Disiplin waktu

Ø  Pengendalian diri (emosi dan sikap)

Ø  Berpakaian rapih dan sopan

Ø  Menjaga etika dan pergaulan

Ø  Meningkatkan ibadah

Ø  Menjaga hubungan baik dengan rekan PTK, murid, keluarga dan masyarakat

Ø Kepala Sekolah

 

Ø PTK (Guru dan Tenaga Kependidikan)

 

Ø Murid

 

Ø Pemangku kepentingan/ stakeholder

 

Ø Media massa (cetak/ elktronik/sosial)

 

Ø Setiap saat setiap waktu

Ø Setiap kegiatan

 

 

Ø Fleksibel

Ø Sepanjang hayat

Ø Kelas

Ø Sekolah

Ø Masyarakat

Ø Media sosial

Ø Lembaga

Ø Tempat umum

Ø Jam

Ø Pakaian

Ø Norma agama dan masyarakat

Ø Realasi/pertemanan

Ø Tupoksi

Ø Keterampilan berelasi/

publik speaking

Ø Kepercayaan

 

 

Belajar

Dan Berkolaborasi

Ø Kesadaran diri

 

Ø Kesadaran sosial

 

 

 

 

Ø Keterampilan berelasi

 

Ø Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab

 

Ø  Sadar diri akan tupoksi dan peran (sebagai guru, rekan sejawat, teman, orang tua, anggota masyarakat)

Ø  Peduli sesama

Ø  Peka terhadap lingkungan  dan orang sekitar

Ø  Kerjasama tim

Ø  Kolaborasi  (ide, proyek)

Ø  Koordinasi (dg atasan, ketua –anggota tim, stakeholder, pemangku kepentingan)

Ø  Negosiasi (Narasumber, Sponsor, EO /Event Organizer)

Ø  Motivasi (Kepsek, koordinator/ anggota tim, narasumber)

Ø  Dokumentasi/ publikasi ( website sekolah, medsos sekolah (Fb, IG, TG, Youtube), mading, surat kabar, radio, televisi)

Ø  Evaluasi (per bidang, per kegiatan (sebelum dan setelah)

Dilakukan dalam kegiatan sekolah (Kerjasama PTK dan Osis atau lembaga. Misal dalam kegiatan osis, Expo, ulangtahun, wisuda, PHB Islam/Nasional, pameran kreativitas sekolah dan kegiatan lainnya).